17 Maret 2023

UU Tenaga Kerja: Pensiun, Pembayaran THR hingga Uang Lembur

Ketenagakerjaan merupakan salah satu topik yang telah dibahas dan diatur dalam Undang-Undang, salah satunya yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 atau yang biasa disebut dengan UU Tenaga Kerja. Namun, terdapat beberapa pembaruan yang diatur dalam UU lain, salah satunya yakni UU Tenaga Kerja terbaru yang bernama UU Cipta Kerja. Seperti apa aturan-aturan ketenagakerjaan menurut berbagai Undang-Undang di Indonesia?

Jam Kerja Berdasarkan UU Tenaga Kerja

Di Indonesia, jam kerja karyawan diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian, peraturan ini diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang biasa disebut juga sebagai UU Cipta Kerja. Dalam Undang-Undang tersebut, terdapat dua skema jam kerja karyawan yang berlaku yaitu:

  • 7 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu yang berlaku untuk 6 hari kerja dengan ketentuan libur 1 hari
  • 8 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu yang berlaku untuk 5 hari kerja dengan ketentuan libur 2 hari

Aturan jam kerja ini wajib ditaati oleh perusahaan, namun untuk penentuan hari libur dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing perusahaan, apakah akan diberikan di akhir pekan (weekend) atau di hari lainnya. 

Namun, aturan jam kerja tersebut tidak berlaku bagi perusahaan atau pekerjaan yang bergerak di bidang tertentu. Hal ini diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 21 Ayat (3), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 Ayat (3), dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus Pasal 3 Ayat (1). Pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud antara lain:

  • Pekerjaan yang bergerak di pelayanan jasa kesehatan
  • Pekerjaan yang bergerak di pelayanan jasa transportasi
  • Pekerjaan yang bergerak di pelayanan perbaikan alat transportasi
  • Pekerjaan yang bergerak di bidang usaha pariwisata
  • Pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi
  • Pekerjaan yang bergerak di bidang penyediaan tenaga listrik, pelayanan air bersih, dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi
  • Pekerjaan di bidang usaha swalayan, perbelanjaan, dan sejenisnya
  • Pekerjaan yang bergerak di bidang media massa
  • Pekerjaan yang bergerak di bidang pengamanan
  • Lembaga konservasi
  • Pekerjaan-pekerjaan yang jika dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan juga pemeliharaan atau perbaikan alat produksi

Pensiun Berdasarkan UU Tenaga Kerja

Di Indonesia, setiap perusahaan memiliki peraturan dan kebijakannya masing-masing mengenai pensiun karyawannya. Namun, secara umum, terdapat beberapa aturan usia pensiun yang berlaku di perusahaan, antara lain:

1. Usia 55 Tahun

Aturan pensiun karyawan di usia 55 tahun tercantum pada Undang-Undang Dana Pensiun Nomor 11 Tahun 1992 beserta aturan turunannya di Permenaker Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usia Pensiun dan Batas Usia Pensiun Maksimum bagi Peserta Dana Pensiun. Namun, jika perusahaan masih mau mempekerjakan karyawan dengan usia tersebut dan karyawan juga tidak memiliki masalah akan hal tersebut, maka peraturan terkait batasan usia pensiun bisa dilanjutkan hingga karyawan berusia 60 tahun.

2. Usia 56 Tahun

Selanjutnya yaitu aturan pensiun karyawan di usia 56 tahun yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Peraturan ini menjadi patokan bagi karyawan yang ingin mencairkan manfaat program BPJS Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut, terdapat Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi: “Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.”

3. Usia 58 Tahun

Berikutnya yaitu aturan pensiun karyawan di usia 58 tahun yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (JP). dalam peraturan tersebut terdapat Pasal 15 yang berbunyi: “Usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Mulai 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun. Usia pensiun selanjutnya bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.” Artinya, per tanggal 1 Januari 2022, usia pensiun karyawan menjadi 58 tahun terhitung dari tahun 2019.

4. Usia Pensiun PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Aturan tentang pensiun PNS atau Pegawai Negeri Sipil, tercantum pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017. Batas usia pensiun PNS yaitu sebagai berikut:

  • 58 tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan
  • 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya
  • 65 tahun bagi pejabat fungsional ahli utama

Seorang PNS juga bisa melakukan pensiun dini, apabila ada perampingan organisasi dan/atau atas permintaan sendiri. Untuk pensiun dini karena perampingan organisasi atau PHK, maka harus berusia setidaknya 50 tahun dengan masa kerja minimal 10 tahun. Sedangkan untuk pensiun dini atas permintaan sendiri, maka harus memenuhi minimal batasan usia 45 tahun dengan masa kerja minimal 20 tahun.

Pembayaran THR Berdasarkan UU Tenaga Kerja

THR (Tunjangan Hari Raya) merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja atau karyawannya menjelang Hari Raya Keagamaan. Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan, pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. 

Untuk pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja selama 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Untuk pekerja atau buruh yang bermasa kerja minimal 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan THR secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.

Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB) dan ternyata besar THR tersebut lebih baik atau lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.

Uang Lembur Berdasarkan UU Tenaga Kerja

Lembur adalah kondisi saat seseorang bekerja di luar jam kerja karyawan yang telah ditentukan. Lembur biasa dilakukan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang menumpuk dan cenderung urgent

Aturan lembur diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang demi melindungi hak setiap pekerja. Adanya peraturan mengenai lembur menjadi pedoman tegas bagi perusahaan dalam menentukan batasan waktu lembur bagi karyawannya, sehingga perusahaan tidak bisa mengeksploitasi karyawannya untuk menyelesaikan pekerjaan di luar jam kerja. Lembur juga sebaiknya dilakukan hanya pada waktu tertentu saja agar kesehatan dan kebugaran karyawan tetap terjaga dan karyawan bisa beristirahat dengan cukup.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 102 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud sebagai kerja lembur adalah sebagai berikut:

  • Kerja melebihi 8 jam per hari dan 40 jam per minggu dalam 5 hari kerja
  • Kerja melebihi 7 jam per hari dan 40 jam per minggu dalam 6 hari kerja
  • Kerja pada hari istirahat mingguan (Sabtu atau Minggu) atau hari libur nasional

Selain itu, dalam aturan tersebut ditentukan juga bahwa karyawan tidak bisa melakukan kerja lembur setiap hari dan tanpa batasan waktu. Hal ini dijelaskan dengan lebih rinci pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa waktu kerja lembur hanya bisa dilakukan maksimal 3 jam per hari dan 14 jam per minggu. Biasanya, perusahaan dan karyawan akan membuat kesepakatan tertulis terlebih dahulu berupa surat penugasan atau perintah lembur yang ditandatangani. 

Namun, aturan perhitungan lembur tersebut tidak berlaku untuk bidang tertentu, seperti perusahaan pertambangan dan energi yang waktu kerjanya tidak umum. Perusahaan seperti ini akan menentukan aturan waktu kerja dan istirahatnya sendiri, khususnya bagi karyawan lapangan.

Secara umum, kerja lembur dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

1. Lembur di Hari Kerja

Jika melaksanakan lembur di hari kerja, karyawan memiliki hak untuk mendapat upah sebanyak 1,5x upah per jam untuk jam pertama dan 2x upah per jam untuk jam berikutnya.

2. Lembur di Akhir Pekan atau Hari Libur Resmi

Jika melaksanakan lembur di akhir pekan atau di hari libur resmi, aturan perhitungan lemburnya adalah sebagai berikut:

  1. 5 Hari Kerja → Jika perusahaan menjalankan 5 hari kerja dalam seminggu, maka perhitungan lembur adalah 2x upah per jam untuk 8 jam pertama, 3x upah per jam untuk jam ke-9, dan 4x upah per jam untuk jam ke-10 dan 11.
  2. 6 Hari Kerja → Jika perusahaan menjalankan 6 hari kerja dalam seminggu, maka perhitungan lembur adalah 2x upah per jam untuk 7 jam pertama, 3x upah per jam untuk jam ke-8, dan 4x upah per jam untuk jam ke-9 dan 10.
  3. Hari Kerja Terpendek → Sedangkan untuk lembur pada hari libur atau hari kerja terpendek seperti hari Jumat, perhitungan lembur adalah 2x upah per jam untuk 5 jam pertama, 3x upah per jam untuk jam ke-6, dan 4x upah per jam untuk jam ke-7 dan 8.

Cara menghitung upah per jam karyawan dapat menggunakan rumus 1/173 x upah satu bulan. Hal ini dihitung dari 100% upah pokok selama satu bulan beserta tunjangan tetap. Namun, jika karyawan mendapat tunjangan tetap dan tidak tetap, maka rumus dihitung dari 75% upah pokoknya.

Perbedaan UU Tenaga Kerja dengan UU Cipta Kerja

Terdapat beberapa perbedaan aturan antara UU Tenaga Kerja (UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dengan UU Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja). Perbedaan keduanya meliputi topik-topik sebagai berikut:

  1. Perbedaan aturan mengenai Waktu Istirahat dan Cuti, yang meliputi Istirahat Mingguan, Istirahat Panjang, Cuti Haid, Cuti Hamil-Melahirkan, Hak untuk Menyusui, serta Cuti Menjalankan Ibadah Keagamaan.
  2. Perbedaan aturan mengenai Upah, yang meliputi Upah Satuan Hasil dan Waktu, Upah Minimum Sektoral dan Upah Minimum Kabupaten/Kota, Bonus, serta Rumus Menghitung Upah Minimum.
  3. Perbedaan aturan mengenai Pesangon, yang meliputi Uang Penggantian Hak, Uang Penghargaan Masa Kerja, serta Uang Pesangon.
  4. Perbedaan aturan mengenai Jaminan Sosial, yang meliputi Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
  5. Perbedaan aturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang meliputi Alasan Perusahaan Boleh Melakukan PHK.
  6. Perbedaan aturan mengenai Status Kerja
  7. Perbedaan aturan mengenai Jam Kerja
  8. Perbedaan aturan mengenai Outsourcing
  9. Perbedaan aturan mengenai Tenaga Kerja Asing

Sebagai tenaga kerja di suatu perusahaan, karyawan juga memiliki hak atas penggunaan berbagai produk yang dapat menunjang pekerjaannya, tidak terkecuali produk teknologi seperti laptop, PC, monitor, maupun proyektor. Perusahaan dan karyawan dapat memanfaatkan berbagai produk Acer for Indonesia untuk menunjang berbagai aktivitas kerja yang dilakukan. 

Produk Acer for Indonesia memiliki kualitas yang tidak tertandingi dan telah memenuhi tingkat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) yang tinggi, yaitu hingga melebihi 40%. Oleh karena itu, produk Acer sangat cocok digunakan oleh para karyawan apapun bidang pekerjaannya, mulai dari bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, hukum, maupun pemerintahan.

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya